Tepung terigu merupakan
tepung yang berasal dari bahan dasar gandum yang diperoleh dengan cara
penggilingan gandum yang banyak digunakan dalam industri pangan. Komponen yang
terbanyak dari tepung terigu adalah pati, sekitar 70% yang terdiri dari amilosa
dan amilopektin. Besarnya kandungan amilosa dalam pati ialah sekitar 20% dengan
suhu gelatinisasi 56 - 62 (Belitz and Grosch, 1987). Tepung terigu yang
mempunyai kadar protein tinggi akan memerlukan air lebih banyak agar gluten
yang terbentuk dapat menyimpan gas sebanyak-banyaknya. Umumnya, dalam pembuatan
roti digunakan tepung terigu protein tinggi untuk mendapatkan volume yang
besar, tetapi ada kemungkinan roti menjadi alot. Oleh karena itu, dalam
pembuatan roti perlu penambaha bahan-bahan lain yang berfungsi untuk
mengempukkan roti seperti gula, margarin atau mentega, dan kuning telur dengan
komposisi tertentu. Pencampuran tepung terigu protein tinggi dengan tepung
terigu protein sedang juga dapat dilakukan, tujuannya agar kadar protein terigu
turun sehingga roti yang dihasilkan sesuai dengan keinginan, seperti tekstur
lebih lembut (Mudjajanto & Yuliati, 2004).
Tepung terigu merupakan
bahan dasar dalam pembuatan roti dan mie. Keistimewaan terigu diantara serealia
lain adalah adanya gluten yang merupakan protein yg menggumpal, elastis serta
mengembang bila dicampur dengan air. Gluten digunakan sebagai bahan tambahan
untuk mempertinggi kandungan protein dalam roti. Biasanya mutu terigu yang
dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14%, kadar protein 8 - 12%,
kadar abu 0,25 – 0,60% dan gluten basah 24 – 36% (Astawan, 2004).
Protein tepung gandum
sangat unik, dimana bila tepung gandum dicampur dengan air dalam perbandingan
tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang
plastis. Hal tersebut dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons
bila dipanggang untuk mencapai suatu kehalusan yang memuaskan. Jenis tepung
gandum yang berbeda memerlukan jumlah pencampuran (air) yang berbeda (Desrosier,
1988). Mutu tepung terigu dtentukan oleh setiap komposisi kimia yang ada
didalamnya. Adapun komposisi kimia tepung terigu Cakra Kembar dapat dilihat
pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia tepung terigu Cakra Kembar per 100 gram
bahan
Kedelai merupakan bahan
pangan yang mengandung protein lebih dari 40% dan lemak 10-15%. Selain itu,
kedelai merupakan sumber protein yang paling murah dan mudah didapatkan. Produk
pangan berbahan baku kedelai ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam
bentuk hasil non fermentasi dan fermentasi (Adisarwanto, 2007).
Secara fisik setiap
biji kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran, bentuk biji, dan perbedaan pada
komposisi kimianya. Hal ini dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana
kedelai itu tumbuh. Kadar protein di dalam kedelai berhubungan dengan kadar non
proteinnya. Jika kadar protein naik maka kadar lemak menurun sebesar 0,33%,
gula 0,33%, sisanya holoselulosa dan pentosan. Kadar minyak kedelai relatif
lebih rendah dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya, tetapi lebih
tinggi daripada kadar minyak serealia. Namun, kadar protein kedelai yang tinggi
menyebabkan kedelai lebih banyak digunakan sebagai sumber protein daripada
sebagai sumber minyak. Selain itu kedelai juga memiliki kadar serat yang
tertinggi yaitu sebesar 7,60% (Ketaren, 2005). Kedelai merupakan sumber protein
yang paling baik. Kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber vitamin, lemak,
serat, dan mineral. Komposisi rata-rata kedelai dalam bentuk biji kering.
Menurut Anonim (1995)
roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang diragikan
dengan ragi roti dan dipanggang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan
lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Roti kini sudah menjadi salah
satu makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Bahkan di kalangan remaja dan
anak-anak, posisi makanan itu telah mulai menggeser nasi sebagai sumber
karbohidrat utama.
Lesitin banyak
diperoleh dari kuning telur dan kedelai. Bahan ini biasanya digunakan dalam
pengolahan roti, margarin, kue, dan lain-lain (Saparinto dan Hidayati, 2006).
Selain itu lesitin juga mudah didapat dan masing-masing emulsifier mempunyai
kekuatannya dalam membentuk adonan pada roti. Penelitian Rahmawati dkk. (2002)
dan Herudiyanto dkk. (2002) dalam mengatasi masalah pembentukan adonan adalah
dengan menambahkan emulsifier buatan yaitu GMS (Gliseril Monostearat) yang
berasal dari gabungan gliserol dan asam stearat yang dalam penelitian tersebut
untuk meningkatkan volume dan memperbaiki teksturnya dan sebagai bahan
surfaktan sehingga dapat memperbaiki sifat fungsional tepung campuran sebagai
bahan pensubstitusi tepung terigu pada pembuatan roti tawar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar